Sabtu, 28 Februari 2015

Para Kamu

Untuk para kamu yang selama ini ku kirimi surat

Hai kamu, hai kalian. Kuharap kalian baik, setelah banyak pengalaman senyum dan murung yang kau beri.

Perihal cinta tak ada habisnya, ia abstrak, ia suci. Ia bukan untuk orang lalim yang tak setia, bukan untuk para penipu muka. Aku bukan mereka, aku percaya kalian juga bukan.

Tidak semua kalian aku cintai, hanya satu. Ia seorang gadis yang jika dengannya waktu berlari. Terlalu cepat pagi.

Terimakasih untuk setiap cinta yang pernah atau sedang kalian beri. Aku menghargai itu. Karena kalian aku bisa tak kehabisan cinta untuk ditulis. Tapi satu hal, semoga kalian benar-benar memahami paragraf yang sebelumnya. Agar kalian tak terlalu lama mencintaiku!

Kalian juga punya kehidupan.

Tertanda,
Aku

Jumat, 27 Februari 2015

Tak Peduli

Untuk Pembuat Luka

Hai, apa kabar? kuharap kau baik, seakan aku mustahil mengatakannya. Kau tentunya tahu bahwa mengharapkan kabar baikkmu itu mudah, karna kau selalu senang saat melukai seseorang. Hatinya.

Aku masih belum sembuh sejak luka dari pertempuran hebat kita beberapa waktu lalu. Pertempuran yang menyedihkan, baik verbal maupun non verbal. Kita sama-sama terluka. Lukaku dalam, kau hanya tergores kecil.

Hentikan hal ini kawan. Mari merapat tangan lagi, bukankah kita bisa kembali seperti pertama betamu? Iya, saat aku bertamu ke hatimu, dan kau menguciku di dalam. 

Aku tak peduli dengan luka ini, Aku, Kamu, Kita sehareusnya bisa lebih dewasa dan melewati ini tanpa melepas gandengan tangan bukan? Temanku berkata bahwa "urusan ranjang" dapat menyelesaikan semua masalah antara pria dan wanita. Tapi kita tak butuh itu, belum saatnya.

Mari bersama-sama membuang pedang, karena pedangku sudah kubuang duluan. Mari berdewasa.

Tertanda,
Aku

Kamis, 26 Februari 2015

Deal!

"Aku baru sadar, kita tak pernah sekalipun membicarakan cinta. Apakah ada itu di antara kita? Tidak pernah. Yang aku tahu, kamu tergila-gila dengan leherku. Dan aku begitu menyukai caramu menciumi pundakku. Apakah perlu kita membicarakan itu sekarang? Apakah akan mengarah pada segala batasan dan aturan? Kurasa tak perlu." -melisalalala.tumblr.com-

Untuk kamu yang menyebut dirimu iblis manis.

Hei, saat aku membaca suratmu, aku benar-benar seperti bercermin, melihat diriku dalam bentuk tulisan. Aku sadar, aku memang  jarang memikirkan cinta. Aku pikir bahwa kita masih terlalu dini untuk kata sakral itu. 

Kau memang benar, lelaki sepertiku memang tak suka terikat. Aku hanya tak mengerti mengapa jika cinta selalu harus menuju ke sebuah ikatan? Aku belum ingin berkekasih-kekasihan.  Berjalan dengan dengan bergandeng tangan, aku masih cukup kuat untuk berjalan tanpa digandeng.

Satu hal lagi, aku adalah pria biru, pria penyayang berjiwa bebas. Ya aku menyayangimu, tapi hanya sebatas ciuman dan pagutan mesramu. Tapi mengertilah aku berjiwa bebas, aku tak akan biarkan ada tali dileherku, lalu kau mulai bisa mengaturku. Jadi kupikir aku juga deal denganmu soal ini!

Tapi setidaknya terima kasih untuk suratmu yang hebat itu!

Rabu, 25 Februari 2015

Tak Ingin Baca

Untuk Kamu yang belum ingin kubaca

Hai Kamu yang belum ingin kubaca, apa kabar? Aku selalu ingin tahu keadaanmu, ya walaupun setiap harinya kita bertemu.

Hai Kamu, Aku masih belum ingin belajar membaca pikiranmu, membaca setiap makna sebenarnya dari setiap ucapanmu, setahuku kaum kalian selalu membingungkan.

Aku masih belum ingin belajar tentang itu. Aku hanya ingin belajar tentang kita. Kita yang nyaman dengan sekarang.

Aku sedang tak ingin pusing dengan memikirkan makna kedua dari setiap ucapan atau sikapmu. Aku sudah cukup pusing dengan perkuliahan, tak mau tambah!

Maaf jika aku belum mau belajar. Aku memang agak malas untuk hal ini.

Mengertilah. Aku tak ingin mengahncurkan harapanku untuk merubah Negri.

Tertanda,
Aku

Selasa, 24 Februari 2015

Egois Aku

Untuk @JcvanJKT48

Hai jeje, apa kabar? Aku sudah lama tak mengikuti kabarmu. Kuharap kau semakin baik dan diberkati.

Hai je, kita belum bahkan tidak saling kenal, aku hanya mengetahuimu karena kau dulu kau kuidolakan. Iya itu dulu.

Hai jeje, ini adalah sebuah surat perpisahan. Aku memutuskan untuk tak mengidolakanmu lagi, tidak dirimu tidak juga yang lain.

Aku berhenti. Bukan karena apa, aku hanya sedang sangat sibuk dengan berbagai tugas dari dosen. Bahkan saat terkoneksi internetpun, aku tak pernah lagi mencari kabarmu pada web-web tertentu. Aku hanya sibuk mencari jurnal, jurnal dan jurnal.

Je, sekarang aku sudah tak mengidolakanmu lagi. Apa golden rules masih berlaku untuk setiap mention-mentionku nantinya? Ah, aku tak peduli hal itu, hanya peduli tugasku. Aku egois. Maaf.

Tertanda,
Remaja yang (ingin) bertumbuh

Senin, 23 Februari 2015

The Blues

Untuk "The Blues"

Aku bukan penggemar bola, aku tak sedang menyurati sebuah club atau apapun itu. Ini tentang gadis, yang namanya hanya diketahui penggemar sepak bola.

Hai The Blues,
Aku masih ingat saat kita pertama kali berkenalan, aku tak tahu dari mana keberanianku muncul untuk mengajukan tanganku duluan. Aku tak tahu.

Kita berkenalan. Disaksikan beberapa teman. Tak ada yang berteriak "modus" untungnya. Iya, percakapan kita hanya sebatar memberi nama.

Saat pertemuan kedua, kita tak saling banyak bicara. Aku hanya banyak mencuri wajahmu, tentu tak kau tahu. Aku pencuri ulung.

Pertemuan ketiga, kita hanya saling sapa dengan sebut nama. Pertemuan keempat, kita saling diam, mungkin itu bukan pertemuan, kita tak berpapasan. Aku hanya melihatmu berbaju hitam, aku di balik pintu berdua puluh meter darimu.

Untuk pertemuan kelima, aku belum ingin membawa ini ke dalam doa. Aku hanya berharap, kita bisa lebih lama dari sekedar senyum sapa.

Tertanda,
Aku

Minggu, 22 Februari 2015

Kehabisan Tinta

Untuk kamu yang mulai kehabisan tinta

Selamat siang kamu yang mulai kehabisan tinta. Iya tinta, sebuah cairan yang kau isikan pada pena lalau kau gunakan untuk menulis. Jujur aku mulai kehabisan tinta, tapi aku masih ingin menulis, hingga lahirlah surat ini.

Kau tahu, hari masih panjang, masih ada sekitar enam embar kertas kosong untuk kau tulisi surat lagi. Kecuali jika kau tak berkomitmen untuk menulis tiga puluh. Juga masih ada bertumpuk-tumpuk kertas kosong untuk kau kau tulisi puisi atau sajak atau sekedar cerita-ceritamu lainnya.

Tapi kini aku sadar, tinta itu terbatas kawan. Kau tahu, surat ini tak kutulis dengan tinta, surat ini kutulis dengan pensil. Iya pensil, sebuah alat tulis tanpa tinta. Walau hasilnya tak sehitam dulu, kuharap masih tetap sama rasanya.

Kawan, jika tintamu mulai habis. Kau bisa menggunakan pensil. Tak perlu tinta, hanya perlu diserut jika tumpul.

Intinya kawan, jangan berhenti menulis dengan beralasan kehabisan tinta. Basi!

Tertanda,
Aku

Sabtu, 21 Februari 2015

Detak Jantung

Untuk kamu yang mendetaki jantungku

Selamat siang kamu yang mendetaki jantungku.

Aku tak tahu tepat sejak kapan kau menjadi penentu hidupku. Menjadi detak jantung. Aku lupa, mungkin karena gingsul gigi dan lesung pipitmu. Ah tak pasti ingat aku.

Apa kabar kamu? Sehat kan? Seharusnya begitu, aku sudah melatihmu berpacu dalam lari setiap pagi. Ya, seharusnya begitu.

Untukmu, detak jantungku. Akhir - akhir ini kau berdetak begitu labil, kadang cepat, kadang normal, kadang lambat. Tak terkendali.

Iya aku tahu, itu hanya perasaanku yang timbul karena gejolak perasaanmu. Aku mengerti hal itu.

Kau tahu, aku hanya takut. Aku takut bila jantungku yang bergingsul dan berlesung pipit, pindah ke tubuh lain. Aku takut mati. Aku tak ingin kita berpisah.

Aku mengerti, bahwa jantung berdetak sesuai dengan keinginannya, aku tak bisa memaksamu berdetak pelan atau cepat, bukan kuasaku.

Jangan berhenti berdetak, agar bangun santap gingsulmu esok hari.

Tertanda,
Pria dengan jantung tak tetap


Jumat, 20 Februari 2015

Beo Peniru

Untuk para beo

Hai kalian bara beo berparuh kuning, berbulu hitam. Kalian yang suka meniru suara, meniru kata.

Iya memang, kau meniru agar dapat bicara, agar kau diharga lebih mahal. Kau meniru pelatihmu, kau meniru suara yang selalu kau dengar. Mungkin lagu, mungkin puisi, mungkin umpatan-umpatan kecil.

Segala kata kau makan wahai beo hitam, kau tiru semua itu. Dasar peniru!

Hei beo!
Dasar beo tua, sampai kapan kau akan terus meniru perkataan - perkataanku? Apa kau tak punya inisiatif untuk buat perkataanmu sendiri?

Bertobatlah!
Sekarang sudah ada undang - undang terntang itu. Apa perlu kau kulapor, lalu kau terkurung dalam sangkar besi? Bui?

Tertanda,
Kenari yang kicauannya ditiru beo

-find me on @TimothyEdon

Kamis, 19 Februari 2015

Sebatas Undangan

Untuk Bosse @PosCinta

Sebelumnya aku ingin mengucapkan terimakasih atas undangan gatheringmu. Tapi maaf, karena aku tak bisa ikut dalam gathering tanggal 1 nanti. Rumahku jauh di Salatiga, sebuah kota kecil di belakang Merbabu, satu setengah jam dari Semarang.

Aku benar-benar tak bisa hadir, tugas-tugas kuliah selalu menumpuk di hari minggu. Sial.

Jujur, Aku merasa sedikit kecewa, kenapa harus kota Bandung? Ya, walaupun sudah jelas alasannya di suratmu.

Bosse, aku masih mengunggu saat-saat ketika gathering berpindah ke Salatiga, atau setidaknya di Semarang, yang sampai seharian duduk di angkutan.

Jika itu terjadi, tentunya aku akan menulis surat yang isinya berbeda dengan yang ini. Akan lebih bahagia, dan tentunya akan ada pertemuan antara kita bossee.

Mungkin surat ini tak terbaca cukup sedih. Ya, mungkin karena memang aku tak berbakat jadi orang sedih.

Sekali lagi, terima kasih untuk undangannya Bosse.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Rabu, 18 Februari 2015

Pintu

Untuk Kalian yang sedang menunggu di pintu yang terkunci.

Sampai kapan kau mau menanti di depan pintu yang terkunci?
Mungkin orang yang kau nanti itu sudah mati dan tak akan mungkin datang menghampiri.
Mengapa kau tak coba pergi mencari pintu lain yang terbuka, lalu masuk jika diijinkan.
Jika tidak boleh masuk, setidaknya kau sudah menyapa.
Awal yang baik bukan?

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Selasa, 17 Februari 2015

Kursi Sederhana

Duduk itu hal yang sederhana, sekedar melepas penat dengan duduk di atas kursi. Iya, meletakkan pantat pada alas kayu, atau mungkin busa, senyaman mungkin.

Tapi mengapa kau tak kunjung duduk? Apa kau tak bisa duduk? Apa kau punya penyakit yang akan kambuh bila duduk? Apa kau memang suka berdiri, berlari-lari dalam arena merah?

Kenapa kau tak duduk saja?  Aku punya kursi, sedikit merah warnanya, tak bersofa, tak ada pangkuan tangan. Sederhana. Tak mewah.

Aku tak kaya, aku hanya punya satu kursi, silahkan kau duduki, bahkan silahkan kau miliki. Tengan aku hanya punya satu kursi, percaya saja aku setia.

Duduklah, jangan takut.

Ah, Aku lupa, Kau tak bisa dipaksa. Jika kau belum mau duduk, atau tak ingin duduk, bicaralah. Jangan diam! Aku tak bisa baca otakmu. Otak manusia itu rumit! terlebih otak perempuan, tentunya lebih rumit menurutku.

Tertanda,
Pria dan kursinya

-find me on @TimothyEdon


Senin, 16 Februari 2015

Kita

Hai, apa kabar? Masih sibuk dengan menari? Atau mungkin sibuk dengan jurnal yang tak ballance?

Aku masih ingat setiap saat kita bertemu, aku menyapamu terlebih dulu dan kau membalas sapaanku, atau sebaliknya. Aku masih tak pernah lupa akan caramu mengucap salam, renyah dan terasa manis di telingaku.

 Tapi perlu kau tahu, aku merindukan percakapan kita lebih dari hanya sekedar sapa dan menyapa. Lebih dari sekedar hukum timbal balik yang sudah sangat biasa itu. Lebih dalam, semakin dalam, hingga kita sama-sama tenggelam.

Mungkin kita bisa bertukar pikiran, bertukar mengenai konsep-konsep ekonomi yang masih tak ku mengerti.  Mengapa hukum gossyen tidak berlaku untuk semua barang? Tapi bukan itu yang ingin sangat ku ketahui, tap kau yang ingin sangat ku ketahui.

Mungkin juga aku bisa mendengarmu bercerita. Mungkin kau mau bercerita tentang pengalamanmu dulu saat kau menjadi penari, atau mugnkin bercerita tentang perasaanmu saat menemui jurnal yang tak ballance hahha.  Aku sedang berlatih menjadi pendengar yang baik. Pemimpin itu pendengar yang baik bukan? Mungkin kau bisa menjelaskannya padaku suatu saat.

Ya, aku masih menunggu saat itu. Aku tak perlu menyebutkan saat apa itu. Kau pasti tahu. Kita.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Minggu, 15 Februari 2015

Penggelitik Garuda

Untuk yang gemar gelitiki Garuda

Hai kalian yang senang menggelitiki garuda, bermain SARA, memancing gelak tawa. Kau hanya ingin dapat lelucon, agar lucu, lalu semua tertawa.

Iya, kau bahagia, kau buat garuda tertawa, ia kegelian. Jari-jari jahilmu yang gemar kelitiki Sang Garuda, buatnya geli, dan lelah lemas kar'na tertawa.

Tak ada yang kuat menahan rasa geli, tidak aku, tidak kamu, tidak juga garuda. Kita punya titik-titik geli kita sendiri, beragam. Salah satunya SARA, bukan apa, tapi memang SARA bukan untuk candaan.

Sudah cukup!
Jangan kelitiki lagi Garuda dengan SARA, takutku sayapnya lemas, tak terkepak, lalu jatuh ke bawah.
Sudah cukup!
Jangan suka lagi kelitiki Garuda, nanti dia kegelian, lalu cengkramannya pada Bhineka terlepas. Kita tak lagi Tunggal Ika.

Ingat itu!

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Sabtu, 14 Februari 2015

Bukan Perkara "Aku Cinta Kamu"

Selamat siang kasih.

Maaf jika selama ini kau aku gantung di atas sikapku. Aku mengerti, status kita abu-abu, walau mungkin kita berdua merah jambu. Mungkin hanya aku yang merah jambu, kau tidak.

Melalui surat ini sebenarnya aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku menyangimu, mungkin lebih dibanding sayang pada IPKku. Walau aku tak menyayangimu sejak pertama bertemu, biarlah, lagipula ini bukan karena terlanjur. Ini murni karena aku memilihmu.

Aku belum akan mengucapkan cinta, karena cinta tak sesederhana puisi pak Sapardi. Aku tak bisa mencintaimu dengan sederhana, aku terlalu rasional mungkin. Maaf.

Aku belum juga akan mengatakan cinta, aku selalu dahulukan wanita. Bahkan sayangpun kau yang mengatakan lebih dahulu, jika aku tak salah ingat.

Ah sudah, biar. Kita masih kecil, masih suka bermain-main, tapi jangan jadikan aku mainan, karena aku Pria Cermin.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Jumat, 13 Februari 2015

Hujan

Hai Hujan,

Hujan, mengapa kau jatuh pada tempat yang sudah basah? Apa air di bawah memberi daya tarik pada air di atas? Aku tak tahu, fisikaku merah.

Ini bahkan sudah hampir 2 bulan sejak jatuhmu yang lalu. Apa kau senang buatku kedinginan? Buatku kebasahan?

Ah, tak apa, karena kedatanganmu selalu seiring dengan gadis berpayung. Masih tetap kedinginan, tak apa, setidaknya baju tak basah, walau kadang senyumanku dan gadis berpayung itu yang membasah.

Kami.
Senyum kami.
Menari.
Di bawah payung.
Bersama.
Di bawah hujan.

Hujan, kupikir aku agak sedikit lebih suka saat kau jatuh sekarang. Aku percaya, si Gadis pasti datang. Tidak seperti dulu.

Hujan, hujan, hujan. Jatuhlah makin lebat. Hebat. Kami dibawah payung. Berpeluk basahi senyum.

Terimakasih Hujan.

Tertanda,
Aku 

-find me on @TimothyEdon

Kamis, 12 Februari 2015

Pencuri Bibir

Untuk kamu yang curi bibir pertamaku

Selamat siang kamu, gadis yang selalu ku nanti senyumnya menempel di senyumku sejak pertama. Entah ini surat keberapa yang bertuan dirimu, karena kau selalu kusebut beda dalam setiap surat.

Aku masih ingat rasa lembut kulit senyummu, iya aku merasakan dengan senyumku. Bibirku. Itu bibir pertamaku, pertamu juga, bibir pertama kita.

Aku masih ingat rasanya, lembut, basah, dan agak berliur. Mungkin kita akan ketagihan, dan terus beradu senyum di tiap tatap muka.

Tapi aku masih belum mengerti, mengapa kita seperti ini? Kita bahkan bukan sejoli. Aku tak mengerti hal ini, karena hal ini tak pernah diajarkan di bangku pendidikan. Apa ini tanda? Ah, aku tak peka. Aku tuli dan buta.

Aku Pria Biru, Pria penyayang tapi berjiwa bebas, aku belum mau diikat. tidak denganmu, tidak dengan yang manapun juga.


Aku hanya tau yang tersurat, bukan tersirat. Aku sedang tak ingin berubah.

Setidaknya, terimakasih untuk hal baru itu.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Rabu, 11 Februari 2015

Hati yang Patah

Untuk kalian yang sedang patah hati

Aku mengerti.
Rasa-rasa ingin mati, ingin akhiri bunuh diri
Dengan utas tali, atau makan racun berroti.

Aku mengerti.
Semua serasa sepi.
Ramai. Ingin sendiri.
Penjarai diri sendiri.

Aku pernah.
Aku sukses lalui rasa ingin seutas tali.

***

Patah hati bukanlah akhir dari segalanya kawan, itu hanya sebuah permulaan. Iya permulaan, karena itu adalah bukti kasih Tuhan padamu kawan. Iya, Ia tak akan biarkanmu dengan calon yang bukan dari satu tubuh atau satu tulang rusuk denganmu.

Ia tetap pada rencana-Nya yang hebat pada kamu kawan, mungkin pasanganmu yang kemarin bukanlah yang sesuai dengan rencana-Nya, seijin-Nya kalian berpisah.

Percaya saja, Tuhan itu baik. Dia tak akan biarkanmu jatuh terlalu lama. Dia akan membantumu bangkit dari lumpur, walau Ia tahu kau kan kembali masuk lumpur lagi, lagi dan lagi.

Dosenku pernah berkata bahwa "patah hati hanya permulaan kesuksesan,". Jadi kita adalah orang-orang sukses, apalagi jika sudah patah hati berulang-ulang, sudah sangat sukses seharusnya.

Terakhir. Ingatlah kawan! Jangan terlalu lama patahmu, atau cepat-cepat cari obat (yang belum tentu sesuai dengan lukamu). Segeralah bangkit untuk dirimu sendiri dan masa depanmu, karena waktu terus berjalan, bahkan berlari.

Sekian.

Tertanda,
Kawan

-find me on @TimothyEdon

Selasa, 10 Februari 2015

Awan

Untuk awan yang masih kelabu

Aku angin dingin dan kau angin panas, kita bertemu dan menjadi awan. Ya memang sederhana di pikiranku.

Aku bahkan tak pernah memikirkan bahwa gerakan kita ditentukan oleh alam, kita berhembus ke utara, ataupun selatan, sesuai dengan alam. Aku tak pernah berpikir bahwa pertemuan kita akan serumit itu.

Aku hanya berpikir kita bertemu-dekat-bersatu-jadi awan, tapi tak ingin hujan.

Alam terlalu baik. Kita dipertemukan, dalam perjalan dalam satu hembusan ke utara. Kita dekat, akan bersatu kataku.

Benar! Kita bersatu jadi awan. Kita cerah.

Kemudian, kedekatan kita buat kau meragu. Kau ingin kita pisah. Kita jadi gelap. Awan gelap.

Alasanmu tak masuk akal, aku tak mengerti maksudmu, karena tak semua pria bisa baca pikiran wanita.

Aku mengartikan itu sebagai isyarat alam, alam ingin sebuah hujan. Entah doa siapa ini, pasti bukan doaku, apakah ini doa para penyendiri? Ah, biar. Aku hanya tak percaya ada yang tak suka kita satu.

Kamu, hai awan panas. Hai kita. Bukan salah kita, jika kita menggelap. Ini hukum alam, kita hidup dalam sistem.
Jika nanti aku setelah hujan aku mengudara lagi, aku ingin kita keutara lagi. Hanya sekedar untuk buat hujan di;tempat lain.

Mari menguap dari air, dan mengudara bersama lagi.

Tertanda,
Masih Teman Seperjalanan Ke Utara

-find me on @TimothyEdon

Senin, 09 Februari 2015

Hari Pers Nasional

Untuk para pekerja pers

Hai kalian, tentunya aku tak mengenal kalian satu-persatu. Aku hanya ingin mengingatkan bahwa hari ini hari kita, hari pers nasional.

Aku yang kini tergabung dalam UKM Jurnalistik, kami baru pertama ini melakukan perayaan untuk tanggal ini. Kami menyebar selebaran, berisi berita, opini, puisi, dan sebagainya tentang kebebasan pers.

Aku tak tahu, kami tak tahu apa cara kami dalam memperingati hal ini tergolong benar. Kami mungkin masih meraba-raba, ini pertama kali.

Ini adalah hari kita. Apa mungkin hari ini kita bisa bebas? Bebas dari tunggangan para elite mungkin? aku tak tahu.

Aku tak tahu, karena seharusnya (semua) kita independen, tapi belum.
Tak apa bagiku, yang penting masih menyebar fakta.

Semoga kita lekas bebas.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Minggu, 08 Februari 2015

Untuk Kamu yang Kita

Hai kamu, surat ini kutulis untuk satu tahun pertemuan kita.

Lucu ya, tak terasa telah satu tahun kita kenal, bahkan semakin akrab hingga kini. Perkenalan kita tak terbilang cukup istimewa, kita berkenalan karena kita satu kelompok dalam sebuah workshop.

Kita bertukar nomor awalnya, kemudian lanjut bertukar pikiran, lalu lanjut bertukar pengalaman, lalu lanjut bertukar candaan, mungkin sekarang kita sudah bertukar perasaan. Mungkin. Karena aku tak pernah jelas sekarang, aku belum ingin diikat.

Kau banyak berubah menurutku, kau lebih terbuka sekarang, dan kau juga suka merebahkan kepalamu di bahu atau di dadaku terkadang, mendengarkan musik nadi katamu.

Sudah sekian saja, aku sedang tidak ingin menceramahimu kali ini. Tidak di surat ini.

Terimakasih untukmu, untuk setiap hal dalam setahun lalu. Untuk setiap senyuman, entah tulus entah tidak. Untuk apapun, terimakasih.

Tertanda,
Sahabat.


-find me on @TimothyEdon


Sabtu, 07 Februari 2015

Untuk Maya



Hai Maya, apa kabarmu? Kau pasti baik tentunya, seperti kaktus yang dapat hidup jika perawatnya tepat.

Kau tahu, saat ini aku sedang mengikuti sebuah event untuk menulis surat cinta dalam waktu 30 hari.  Kebiasaan lama kita bukan? Iya, bagian surat dan cinta.  Kau tahu maya, aku tak pernah menyesali pertemuan-percintaan-perpisahan kita.   Dari situ aku belajar, bahwa aku tak bisa merawat sebuah kaktus, tak bisa menyiram kaktus itu  dengan air terlalu sering, atau ia akan membusuk dan kemudian mati.

Maya, kini aku sudah bersama “Mawar”, sebuah bunga yang tak terlalu susah untukku rawat.  Kau tentunya tahu mengapa aku memilih mawar. Ya, ia sama sepertimu, ia berduri. Duri yang mengajariku untuk tak menggenggamnya terlalu erat, jika aku tak ingin berdarah. Aku pernah berdarah olehmu. Tak apa. Sudah sembuh.

Kau tahu Maya, tak apa kita tak bersama. Justru kini kau lebih baik bukan? Jujur itu pendapatku, setelah melihat senyummu merekah lagi.  Maya, maya, maya, semua tentang kita sudah tak selayaknya dibuka lagi.  Sudah berbau, seperti nasi yang sudah basi tak selayaknya di buka lagi. 

Maya, aku sadar, aku bukanlah petani yang baik, lebih tepatnya bukan petani kaktus yang baik. Aku bahkan tak pernah mencoba mencari tahu apa dan bagaimana cara merawat kaktus dengan bijak. Hingga kaktus itu hampir mati membusuk. Tapi dari situ aku belajar Maya, bahwa setiap bunga memilki cara penanganan yang berbeda – beda. 

Aku masih ingat Maya, perjalanan kita terlalu singat, tak padat, dan sangat tak jelas. Aku bahkan tak sempat melihat kaktus itu berbunga saat musimnya. Jangan tanya aku apa kaktus memiliki musim atau tidak, aku tak tahu hal itu. Dan itu juga membuatku bertanya apakah semua bunga memerlukan musim untuk berbunga dan bermekaran? Kini tinggal keputusanmu Maya, mau berbunga dan bermekaran atau tidak? Tentu aku tak akan bisa membantumu, aku sudah tak punya kuasa di situ. Kau pun seharusnya bisa melakukannya sendiri Maya.

Maya, kau tau, terkadang aku masih merindukan saat-saat menyiramkan air pada kaktus itu. Iya, sebuah perasaan yang masih sulit untuk kubuang.

Terimakasih Maya.

Tertanda,
Petani Bunga

-find me on @TimothyEdon

Jumat, 06 Februari 2015

Gadis Pecinta Pedas

Untuk Gadis Pecinta Pedas

Hai Gadis, apa kabarmu? Tentunya baik jika kau tak sedang terbaring sakit saat membaca ini.

Hai Gadis, masihkah kau gemar berburu kamuflase cabai? Mungkin iya, karena kemarin aku dengar kau sakit, mungkin kau terlalu sering makan makanan pedas. Apa kini kau sudah sembuh? Semoga sudah.

Memang benar, semua orang senang akan sesuatu yang menantang, dan mengkonsumsi makanan pedas adalah salah satunya. Tetapi bukan berarti, kau bisa seenaknya menikmati makanan itu begitu saja. Apa kau tak sayang akan kesehatan lambungmu? Tempat untuk menyimpan makanan jika telah ditelan.

Memang rasa pedas akan membuat kita bergairah, buat kita ingin terus mengunyah, makan dan makan lagi. Aku yakin, pasti setelah ini, setelah kau sembuh, kau belum akan bertobat.

Kau masih akan senang menikmati makanan-makanan itu. Tak apa, hanya kurangi konsumsimu, agar kau tak rusak lambungmu lagi.

Satu hal lagi, jika kau tak paham dengan maksudku, ingatlah perkataanku kala itu "menikmati masakan pedas itu mirip dengan mencinta, ingin terus lagi, walau telah tersakiti,".

Semoga kau paham. Karena aku sudah menyiapkan masakan pedas yang tak buat sakit perut.

Tertanda,
Seorang teman yang tak ingin kau kesakitan

-find me on @TimothyEdon

Kamis, 05 Februari 2015

Paham Aku?

Untuk Kamu (Jika Belum Paham Aku)

Hai kamu, ini hanya sedikit coretan untukmu. Iya untukmu, jika nantinya kau paham, maka berdampak pada kita.

Ini berisi tentang segala aku dan inginku, karena pernah seseorang berkata bahwa pria akan sulit untuk mengatakan tapi akan lebih mudah melakukan, ini berkaitan dengan hati.  Sepertinya dia benar, karena dirikupun lebih mudah melakukan daripada mengatakan.

Kau seharusnya tahu, apa makna dari sekedar ucapan sapa di pagi hari, atau mugnkin juga sekedar mengingatkan untuk makan agar tak sakit, atau mungkin sekedar usapan-usapan kecil di rambutmu jika bertemu. Atau mungkin hanya makan dari sekedar berpautnya tangnan kita jika bersebelahan.

Semoga Kau paham, karena aku belum mau mengatakan apapun. Bukankah pria sejati  selalu mengutamakan perempuan dalam segala hal?

Kau tentunya tahu bahwa aku hanya mengelak, karena berbicara di depan seratus orang terlihat lebih mudah, jika dibandingkan dengan mengutarakan kata hati.

Ah sudah, ini terlalu panjang bagimu. aku tak mau dikata bawel lagi untuk ketiga kali.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Rabu, 04 Februari 2015

Gadis Alto dan Piano

Untuk Gadis Alto yang Bermain Piano

Hai Alto, apa kabarmu?
Aku merindukan suaramu yang lebih dari sekedar merapal namaku, stelah hari itu.

Aku masih menyimpan kenangan akan kejadian beberapa malam silam. Kita berkenalan, atau lebih tepatnya kau dikenalkan padaku.

Mungkin itu jawaban dari doa yang kupanjatkan sejak dua tahun lalu. Mungkin benar, penantian tak pernah berkhianat.

Padamu Si Gadis Alto, aku merindukan percakapan kita yang lebih dari kejadian malam itu. Mungkin kita bisa pergi bersama menikmati awan, atau hanya sekedar mendampingimu berlatih mendentingkan piano.

Itu mungkin jika kita benar-benar terjadi, karena kini aku dan dia, sedang kau dengan dirinya.

Terimakasih telah membuatku melompat-lompat dalam tubuh malam itu.

Hanya itu saja.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Selasa, 03 Februari 2015

Aroma Lengan Kiri

Untuk Gadis yang Aromanya Menempel Pada Lengan Baju Kiriku.

Apa kabarmu kini? Setelah ku pikir kita lama tak bertemu, bukan karena waktu, hanya karena rindu yang menggebu-gebu bertamu kamu. karena satu menitpun sudah terlalu lama.

Kau tentu tahu, aku selalu bahagia saat kepalamu berada dekat bahuku, atau bahkan sangat dekat hingga menyentuh pipiku. Kupikir itu adalah sebab ada aromamu yang menempel padaku, pada lengan bajuku.

Saat kita harus sama-sama pergi, kupikir hanya aroma ini yaitu wangi-wangianmu dan pesan-pesan singkat kita yang buatku merasa tenang. Buatku tak jadi gila.

Saat mencucipun, kenangan-kenangan rindu itu muncul lagi, tapi menjadi semakin hilang, semakin pilu dan terdiam. Bahkan aku sempat berpikir untuk mencari wangi yang sama dengan wangi yang kau punya. Setidaknya agar wanginya masih bisa kubuat ada di lengan kiri setelah dicuci.

Kapan kau tak sibuk? hanya untuk sekedar merapat tangnan sembari berpelukan untuk menikmati awan.

Terimakasih untuk Aroma yang selalu ada di ingatan.
 
Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Senin, 02 Februari 2015

Nyaman

Mungkin saat kau membaca surat ini aku sedang menidurkan logikaku, membiarkan hatiku bekerja menulis surat lain untukmu.

Mungkin juga tidak.

Kau tahu, aku sangat menginginkanmu. Atau bahkan mungkin kau baru tahu saat ini, saat membaca surat ini. Jika memang benar, setidaknya kau sudah tahu kan sekarang?

Kau seorang gadis yang tak pernah termasuk dalam kriteria yang kusuka. Akupun heran, aku bisa menyalahi hukumku sendiri.

Mungkin itu salahku, aku tak pernah memasukkan kata nyaman sebagai kriteria wanita idamanku. Mungkin juga salahmu, tapi aku tetap tak bisa memberimu alasan mengapa aku menyalahkanmu.

Karena aku tak mungkin bisa menyalahkanmu atas dasar kau membuatku mencintaimu karena kau membuatku nyaman.

Oiya aku lupa menanyakan kabarmu? Kau sehat kan? Jujur, aku belakangan ini kehilangan kontrol akan otakku yang terus mengkhawatirkanmu.

Maafkan aku jika ini terlalu panjang. Tenang, surat pertama ini ku akhiri di sini. Terimakasih sudah hadir dan menyamankanku.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon

Minggu, 01 Februari 2015

Pria Cermin

Untuk Pria Cermin.

Hai Pria Cermin, apa kabarmu? Masihkah kau risau akan gadis-gadis yang tak balas suratmu? Tentunya tidak! Kau pasti mengenal perasaanmu sendiri.

Iya, mungkin begitu. Karena kali ini aku menyurati diriku sendiri.

Hai Pria Cermin. Hai Aku.
Sampai kapan kau ingin terus meniru gerakan orang lain, yang bergerak di hadapanmu? Apa kau tak ingin membuat gerakanmu sendiri?

Apakah mungkin dua perahu yang berlabuh di dermaga itu, adalah akibat mereka bercermin padamu. Iya padaku. Mungkin kau tak tahu mengapa itu terjadi, mungkin kau tak sepenuhnya kenal perasaanmu.

Mungkin kau melakukan itu hanya karena tak ingin melihat kedua kapal itu diombang-ambingkan laut, dan menangis. Kau seharusnya tahu bahwa satu dermaga, untuk satu kapal, atau kau menghancurkan dirimu sendiri. Jika dirimu hancur, maka kedua kapal itu, akan terombang-ambing dan menangis. Mungkin.

Pilihlah satu, Pria Cermin. Kemudian biarkan yang lain pergi, karena dia adalah kelopak bunga yang jatuh.

Aku berdoa untuku, untukmu Pria Cermin, semoga kau lekas jadi Pria dengan pecahnya Cermin dan semoga kau tak salah memilih Kapal.

Tertanda,
Aku


-find me on @TimothyEdon

Sabtu, 31 Januari 2015

Gadis Bulan Maret

Untuk Gadis 14 Maret (Lagi)

Hai Maret,
Apa kabar, aku yakin kau baik setelah berpisah dengan keksaihmu yang dulu, mungkin.  Itu mungkin, aku tak tahu pasti, karena kau pernah bilang bahwa perempuan selalu hebat dalam bermain peran, peran senang saat sedih misalnya.

Hai Maret,
Seharusnya kau tahu bahwa ini surat kedua untukmu, setelah yang pertama tak kau balas, bahkan mungkin tak kau baca.  Jujur, mungkin kita telah salah menilai diri kita masing-masing. Dulu kita masih remaja, masih menengah atas, ingusan.

Aku tak pernah menyangka bahwa kau sudah banyak berubah setelah perpisahan kita beberapa tahun silam. Iya itu sudah lama, tapi rasa selalu sabar.

Hingga kemarin lalu kau menghubungiku lagi, hampir mati bahagia rasanya.  Tapi aku tak tahu, mungkin aku hanya obat.  Itu asumsiku karena kau menghubungi setelah kau pisah dengan seseorang yang kau sebut kekasih.

Jujur aku tak mengerti apa maksudmu, apa ini karena weanita memang tak suka menjelaskan apa yang dia inginkan, tapi mengaruskan prianya mengerti.  Itu tak adil bagiku, kau seharusnya telah memahamiku bahwa aku tak senang teka-teki.

Tapi ah sudah aku tak mau mengerti, yang pasti kau mau kembali.  Mungkin hanya untuk berobat, mungkin hanya sebentar hingga lukamu sembuh.  Tak apa, aku dokter yang baik.

Tertanda,
Aku

-find me on @TimothyEdon




Jumat, 30 Januari 2015

Kelopak Bunga

#30HariMenulisSuratCinta Day #1-Untuk Kelopak yang Terlepas dari Tangkai

 

Hai kelopak yang terjatuh ke tanah!
Apa kabarmu? Kau tentunya tahu bahwa pertanyaan itu hanya sebuah formalitas saat menyapa, terserah mau kau jawab atau tidak.

Hai kelopakku, maksudku bekas kelopakku, kau seharusnya sudah mengerti posisimu. Kau sudah tak memiliki ikatan apapun pada ku sebagai tangkai. Kau sudah terlepas, mungkin karena kau hanya pernah layak lalu tak layak di kemudian hari.

Hai bekas kelopakku, kau tentunya;tahu bahwa dulu saat denganku kau bisa mekar, menghasilkan bunga yang indah. Tapi kau juga harus ingat bahwa itu dulu, kini kau sudah terlepas, karena memang batang tak bisa selamanya bersatu dengan kelopak.
Hai bekas kelopakku!

Sadarlah! Kau tak mungkin bisa menyudahi hidupku dengan kepergianmu. Kau tak 'kan mungkin bisa mencegahku hidup dengan kelopak lain yang lebih dapat dikatakan dewasa.
Namun, ini asumsiku, kau tak akan pergi dari tanah tempat kau jatuh dari tangkai, kau tak akan bisa lepas dariku. Hingga pada akhirnya kau akan kembali pada tanah di tempat kau jatuh.

Sekarang dengarlah!

Pergilah selagi masih sempat, aku tak mau kau kembali pada tanah ini. Aku tak mau mineral yang aku serap berasal dari sisa tubuh kelopakmu.
Pergilah! Jangan kembali! Ini pilihan.

Diriku,
Si Tangkai

-find me on @TimothyEdon

Kamis, 01 Januari 2015

Untuk Si Maret

Teruntuk kamu, gadis 14 maret.

Hai maret, apa kabarmu? kau tentunya tahu bahwa aku tak berhak mengetahui kabarmu, mungkin. Kau juga tentunya tahu bahwa ini hanya sekedar formalitas sebagai pembukaan sebuah surat, menurutku. Aku sedang tak ingin membahas mengenai kabarmu.

Hai maret, mungkin bahkan akhir-akhir ini aku tak berani menyapamu, baik lewat media ataupun langsung. Itu semata karena permintaanmu yang tak lagi ada komunikasi antara kita.

Hai maret, kita telah  menyadari bersama bahwa kita pernah sama-sama dibuat nyaman dengan sebuah ikatan, yaitu pertemanan. Hingga rasa nyaman itu menciptakan rasa lain yang membuatmu ingin lebih dari sekedar ikatan awal. Naik jenjang katamu waktu itu.

Aku tak pernah menyalahkanmu atas diamnya dirimu kini. Aku hanya ingin kau tahu, kita punya rasa yang sama, hanya kita berbeda ideologi tentang konsep ikatan.

Kau menganggap sebuah ikatan hanya sebagai tanda bahwa kita telah bersatu. Bagiku tanda itu tak penting, karena itu bukan sebuah janji suci di depan pemuka agama. Bahkan kau pun mungkin tak pernah berpikir tentang kita ke depan, kau hanya berpikir saat itu untuk kepastian dirimu. Apa aku mencintaimu itu tak cukup pasti hingga buatmu meminta lain?

Aku pun masih bingung bila nanti kita ada bersama di hadapan pemuka agama untuk mengucap janji suci kita, aku bingung akan kah pemuka itu bersalib atau bersorban?

Kini ku dengar kau telah terikat dengan pria lain dan kau mengatakan bahwa itu sebenarnya tempatku, hanya aku takkunjung datang katamu.

Sebagai penutup, bukannya aku tak kunjung datang, tapi itu bukan tempatku. Ini bukan waktuku untuk terikat dengan gadis manapun. Aku tidak dapat diikat, aku hanya bisa diajak berkomitmen. Ini pilihanku saat ini. Berbahagialah dengan pilihanmu.
Tertanda,

                                                                                                                                                         Aku