Jumat, 28 Februari 2014

A Letter for a senior

Hai, apa kabar? Masih sibuk dengan menari? Atau mungkin sibuk dengan jurnal yang tak ballance?

Aku masih ingat setiap saat kita bertemu, aku menyapamu terlebih dulu dan kau membalas sapaanku, atau sebaliknya. Aku masih tak pernah lupa akan caramu mengucap salam, renyah dan terasa manis di telingaku.

 Tapi perlu kau tahu, aku merindukan percakapan kita lebih dari hanya sekedar sapa dan menyapa. Lebih dari sekedar hukum timbal balik yang sudah sangat biasa itu. Lebih dalam, semakin dalam, hingga kita sama-sama tenggelam.

Mungkin kita bisa bertukar pikiran, bertukar mengenai konsep-konsep ekonomi yang masih tak ku mengerti.  Mengapa hukum gossyen tidak berlaku untuk semua barang? Tapi bukan itu yang ingin sangat ku ketahui, tap kau yang ingin sangat ku ketahui.

Mungkin juga aku bisa mendengarmu bercerita. Mungkin kau mau bercerita tentang pengalamanmu dulu saat kau menjadi penari, atau mugnkin bercerita tentang perasaanmu saat menemui jurnal yang tak ballance hahha.  Aku sedang berlatih menjadi pendengar yang baik. Pemimpin itu pendengar yang baik bukan? Mungkin kau bisa menjelaskannya padaku suatu saat.




Ya, aku masih menunggu saat itu. Aku tak perlu menyebutkan saat apa itu. Kau pasti tahu. Kita.

      Tertanda,

Adik Angkatanmu

Salatiga, di atas kasur
27 Februari 2014, pk 10.15 malam.









A Letter for You

Mungkin saat kau membaca surat ini aku sedang menidurkan logikaku, membiarkan hatiku bekerja menulis surat lain untukmu. Mungkin juga tidak.

Kau tahu, aku sangat menginginkanmu. Atau bahkan mungkin kau baru tahu saat ini, saat membaca surat ini. Jika memang benar, setidaknya kau sudah tahu kan sekarang?

Kau seorang gadis yang tak pernah termasuk dalam kriteria yang kusuka. Akupun heran, aku bisa menyalahi hukumku sendiri.

Mungkin itu salahku, aku tak pernah memasukkan kata nyaman sebagai kriteria wanita idamanku. Mungkin juga salahmu, tapi aku tetap tak bisa memberimu alasan mengapa aku menyalahkanmu.

Karena aku tak mungkin bisa menyalahkanmu atas dasar kau membuatku mencintaimu karena kau membuatku nyaman.

Oiya aku lupa menanyakan kabarmu? Kau sehat kan? Jujur, aku belakangan ini kehilangan kontrol akan otakku yang terus mengkhawatirkanmu.

Maafkan aku jika ini terlalu panjang. Tenang, surat pertama ini ku akhiri di sini. Terimakasih sudah hadir dan menyamankanku.

            Tertanda,

Seorang yang merindukanmu.

Salatiga, di atas kasur
27 Februari 2014, pk 10 malam.