Senin, 08 Februari 2016

Dua Tahun Lebih

Untuk kita yang sudah dua tahun lebih kenal

Ku harap kita tak lekas bosan, itu yang aku takutkan. Aku takut ketika tingkat kepuasanmu akan masakanku sudah pada titik maksimal, tak bisa naik lagi hanya bisa turun. Aku takut jika kau perlahan bosan akan segala perhatian dan rinduku. Aku penakut.

Kau tentu tahu, tingkat kepuasan seseorang ketika telah pada titik maksimal, maka kepuasannya akan berkurang akan hal tersebut. Maka orang tersebut akan mengganti hal tersebut dengan yang lain agar tetap dapat kepuasan. Substitusi. Aku tak ingin diganti, mungkin belum ingin.

Jangan pernah puas akan aku, jangan puas. Tapi lantas bukan berarti kau bisa menuntut yang terlalu tak masuk akal karena tak puas.

Itu saja. Jangan puas agar tak bosan.

Sampai jumpa di tempat biasa, kasih.

Tertanda,
Aku

Minggu, 07 Februari 2016

Hanya Pengandaian Je

Untuk jeje

Hai je, apa kabar? Pasti masih selalu baik.

Hari ini aku mengirimimu surat lagi, seperti febuari tahun lalu. Jangan bosan ya.

Aku mengagumimu je. Kau indah untuk mataku, suaramu candu telinga dan hatiku. Aku memilihmu duantara sekian banyak temanmu yang lain. Panggilan hati mungkin. Tak tahu pasti.

Aku pernah berandai je, jika suatu saat kita bertemu dan kemudian berkekasih. Aku akan melakukan apapun agar senyum itu terus merekah, bahkan jadi abadi hingga akhir nanti.

Je, jika kita bersama maka aku juga akan membuatmu menjadi dirimu sendiri. Dirimu yang dulunya mungkin tak peduli akan makan banyak hingga naik berat badan. Aku tak peduli itu, jika kau senang aku selalu mengijinkan asal tak dosa dan membahayan nyawa.

Ini hanya pengandaian je.
Akupun tak berharap kau kan membalas surat keduaku ini, mungkin kau tak punya waktu untuk ini.

Terimakasih je, sampai jumpa.

Tertanda,
Aku

Sabtu, 06 Februari 2016

Gadis Kabut (Lagi)

Hai gadis kabut,
Apa kabar? Tentu kau masih gemar hadir sebentar.

Kini aku sadar bahwa kau yang selama ini aku puja, dirimu hanya sebuah pengalihan. Pengalihan agar aku tak melihat gadis lain, gadis yang (kadang) mengerti dan (tidak) selalu ada untukku. Kau tak mengenalnya, tak mungkin kenal. Dia yang disebut Perawan Kudus.

Gadis kabut, aku baru tersadar bahwa kabut itu menghalangi pandangan. Kini aku tahu, aku mengerti, telah mengerti. Kau menghalangi pesona gadis lain, bukan salahmu karena kau selalu sempurna kapanpun. Maka dari itu kupilih dia Si Perawan Kudus, gadis yang ada yang menantiku di seberang kabut.

Ya, ini surat perpisahan, lagipula kau juga sudah dengan si Abraham yang telah mendapatkan selendang Dewimu terlebih dahulu. Untuk saat ini aku pergi.

Surat ini bukan bendera putih, karena kita tak tahu apa yang terjadi di masa kemudian. Berserah saja pada kehendak Tuhan.

Sampai jumpa lagi bila Tuhan berkehendak.

Tertanda,
Aku

Jumat, 05 Februari 2016

Kau Sara, Aku Bukan Abraham

Untuk kau yang disebut Sara

Teringat lagi saat tangan kita bertemu, tanganku malu-malu, tak kunjung sambut tanganmu. Tanganku grogi hampir mati saat itu Sara. Untung kawanmu ingatkan untuk segera sambut tanganmu. Tangan kita bertemu Sara, tangan, wajah, tubuh bertemu, muka tatap muka. Sungguh indah.

Ingatkah kau akan pertemuan kita malam itu?

Sara, sara. Aku bahkan sudah mengagumimu sebelum kau melihatku, karena aku melihatmu terlebih dahulu. Kau gadis yang kuakui sempurna, karena segala cacatmu tak kulihat. Aku tak buta, itu hanya arti aku menerimamu apa adanya. Begitulah.

Sara, sara. Aku tak tahu lagi bagaimana agar kita dapat berjumpa lebih lagi. Aku tak tahu, tak ada rencanaku untuk pertemuan kita. Tak sedang sempat berencana, terlalu sibuk dengan logikaku sendiri, logika pria yang mungkin dapat dibilang dewasa.

Sara, sara. Sempat terpikir untukku merubah nama, siapa tahu dengan begitu kita bisa bersatu. Nama itu Abraham. Ya, Sara isteri Abraham bukan. Kau pasti sudah mengenal cerita itu sejak Sekolah Minggu di Gereja bukan? Pastinya iya.

Itu hanya pikiranku Sara, tak kan nyata. Kau Sara dan Aku bukan Abraham. Tak akan kuubah namaku demi kita. Aku aku, kamu kamu, jika Dia Sang Penguasa Langit dan Bumi berkehendak tak ada yang dapat lawan.

Kupikir ini sudah terlewat panjang sara, terimakasih atas waktumu dalam membaca surat ini.

Sampai jumpa di pertemuan berikutnya.
Tertanda

Kamis, 04 Februari 2016

Gadis Kabut

Hai kamu, selamat siang. Sudah bebas?

Pasti kau bingung akan pertanyaanku itu. Aku hanya berangan, kapan kau dapat hadir dengan lepas dari siklus kabut. Ya kabut. Udara yang terlihat putih, dingin, dan hanya sejenak hadir.

Kapan? Kapan kau bisa lepas?

Ya, kau sudah tak dingin lagi. Kau bisa lepas dari itu. Saat kau datang, hanya udara putih yang menyambut hangat. Mungkin hangat, mungin aku sengaja melupakan dinginmu.

Kapan? Kapan kau tak hanya sejenak hadir? Kapan perjumpaan kita lebih dari sekedar mengucap nama, lalu saling bisu sambil berlalu.

Surat ini sejenak, seperti hadirmu yang masih selalu sejenak.

Tertanda,
Aku

Rabu, 03 Februari 2016

Namanya Putri Dewi

Untuk Kamu yang Arti Namanya Putri Dewi

Hai kamu, jangan lupa selalu tersentum saat membaca surat ini, Tolong turuti, jika tidak sanggup untukku, tersnyumlah untuknya. Setidaknya buatlah ini menjadi surat yang bahagia di depannya.

Kau sang bidadari yang selalu terbang dalam mimpi dan nyata setiap hari. Buatku bahagia, jika aku sedang lupa cara tersenyum. Aku harus tersenyum. Tetap tersenyum, itu satu-satunya pesona yang kumiliki, pesonamu juga.

Kupikir nama yang kau miliki itu cocok untukmu, kau memang seperti bidadari, laksana dewi dari khayangan.

Selamat atas hari jadimu dengan pria itu, pria yang mungkin telah terlebih dahulu mencuri selendang birumu. Aku tak menyerah. Ucapan selamat ini hanya formalitas agar tak dikata sombong.

Mungkin pertemuan berikutnya aku tak ingin kita bertemu diruang tertutup. Di ruang terbuka, dekat sungai. Aku hanya ingin pasti, selendangmu ada bersamamu atau tidak.

Jika ya. Saat kau bermandi, ku curi selendang dewimu.

Maaf, aku egois. Hanya ingin kita bersama.

Aku tak menyerah. Tunggu,
Aku

Selasa, 02 Februari 2016

Gadis Pelukis

Untuk Gadis Pelukis

Hai kamu,
Entah bagaimana lagi aku harus memanggilmu, julukanmu selalu berubah dalam setiap suratku.

Apa kabarmu? Masih sering melukis? Kupikir itu adalah bakat alami yang kau punya, jangan berhenti, kau tak bisa berhenti.

Kau ahli melukis wajahmu sendiri, seakan sedang bercermin pada wajah dan hati.  Lesung pipit itu terlihat sama, gingsulpun juga tak beda.

Lalu aku mulai mengerti, bakatmu bukanlah hanya melukis wajah di kanvas, dinding atau media apapun dengan cat dan kuas. Kau juga dapat melukis sendiri wajahmu lengkap dengan senyum lesung pipit itu pada setiap pria yang kau jumpa. Bukan salahmu. Kau memang pelukis.

Kita berjumpa. Lukisan itu kusimpan . Aku suka.

Jangan padamkan pesonamu, itu kuas dan cat alamimu,

Tertanda,
Aku

Senin, 01 Februari 2016

Gadis yang Ku Penjara

Untuk Gadis yang Ku Penjara di Otakku

Maaf, surat ini bukan untukmu yang sering kita berlalu waktu. Tentang orang lain, harap mengerti.

Padamu, aku tahu ini salah dengan memenjaramu sebagai tahanan di otakku. Aku juga tahu bahwa kau tak pernah sadar telah hampir 2 tahun di situ, sejak Desember dan berkenalan Januari berikut.

Aku memenjaramu, menginapkan senyummu di hotel prodeo milikku. Kau si Gadis Alto waktu itu, detail senyum yang tak kan ku lupa. Kurungan seumur hidup.

Ini salah!
Aku seharusnya mengurung yang lain, yang sering habis waktu berlalu, yang sering bermain api jadi abu.

Aku akan berubah. Melepasmu dari penjaraku karena akupun tahu bahwa kau tak hanya menginap di otakku. Di otak Priamu, di otak para yang ingin jadi Priamu yang berikut.

Ah sudah, pergi saja. Kau bebas. Aku harus siapkan perjara ini untuk lainnya. Segera!

Sudah. Segera berangkat!
Seorang pria yang ingin lupa