Selasa, 10 Februari 2015

Awan

Untuk awan yang masih kelabu

Aku angin dingin dan kau angin panas, kita bertemu dan menjadi awan. Ya memang sederhana di pikiranku.

Aku bahkan tak pernah memikirkan bahwa gerakan kita ditentukan oleh alam, kita berhembus ke utara, ataupun selatan, sesuai dengan alam. Aku tak pernah berpikir bahwa pertemuan kita akan serumit itu.

Aku hanya berpikir kita bertemu-dekat-bersatu-jadi awan, tapi tak ingin hujan.

Alam terlalu baik. Kita dipertemukan, dalam perjalan dalam satu hembusan ke utara. Kita dekat, akan bersatu kataku.

Benar! Kita bersatu jadi awan. Kita cerah.

Kemudian, kedekatan kita buat kau meragu. Kau ingin kita pisah. Kita jadi gelap. Awan gelap.

Alasanmu tak masuk akal, aku tak mengerti maksudmu, karena tak semua pria bisa baca pikiran wanita.

Aku mengartikan itu sebagai isyarat alam, alam ingin sebuah hujan. Entah doa siapa ini, pasti bukan doaku, apakah ini doa para penyendiri? Ah, biar. Aku hanya tak percaya ada yang tak suka kita satu.

Kamu, hai awan panas. Hai kita. Bukan salah kita, jika kita menggelap. Ini hukum alam, kita hidup dalam sistem.
Jika nanti aku setelah hujan aku mengudara lagi, aku ingin kita keutara lagi. Hanya sekedar untuk buat hujan di;tempat lain.

Mari menguap dari air, dan mengudara bersama lagi.

Tertanda,
Masih Teman Seperjalanan Ke Utara

-find me on @TimothyEdon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar