Jumat, 05 Februari 2016

Kau Sara, Aku Bukan Abraham

Untuk kau yang disebut Sara

Teringat lagi saat tangan kita bertemu, tanganku malu-malu, tak kunjung sambut tanganmu. Tanganku grogi hampir mati saat itu Sara. Untung kawanmu ingatkan untuk segera sambut tanganmu. Tangan kita bertemu Sara, tangan, wajah, tubuh bertemu, muka tatap muka. Sungguh indah.

Ingatkah kau akan pertemuan kita malam itu?

Sara, sara. Aku bahkan sudah mengagumimu sebelum kau melihatku, karena aku melihatmu terlebih dahulu. Kau gadis yang kuakui sempurna, karena segala cacatmu tak kulihat. Aku tak buta, itu hanya arti aku menerimamu apa adanya. Begitulah.

Sara, sara. Aku tak tahu lagi bagaimana agar kita dapat berjumpa lebih lagi. Aku tak tahu, tak ada rencanaku untuk pertemuan kita. Tak sedang sempat berencana, terlalu sibuk dengan logikaku sendiri, logika pria yang mungkin dapat dibilang dewasa.

Sara, sara. Sempat terpikir untukku merubah nama, siapa tahu dengan begitu kita bisa bersatu. Nama itu Abraham. Ya, Sara isteri Abraham bukan. Kau pasti sudah mengenal cerita itu sejak Sekolah Minggu di Gereja bukan? Pastinya iya.

Itu hanya pikiranku Sara, tak kan nyata. Kau Sara dan Aku bukan Abraham. Tak akan kuubah namaku demi kita. Aku aku, kamu kamu, jika Dia Sang Penguasa Langit dan Bumi berkehendak tak ada yang dapat lawan.

Kupikir ini sudah terlewat panjang sara, terimakasih atas waktumu dalam membaca surat ini.

Sampai jumpa di pertemuan berikutnya.
Tertanda

1 komentar:

  1. Sungguh relijius, cintamu itu sedalam iman? besok nulis lagi dan lagi dan lagi ya.


    -ikavuje, bisanya nyuru orang nulis.

    BalasHapus